“(Baitullah)
Al-Haram adalah tanah suci poros tujuh langit dan tujuh bumi (Akhbar
Makkah, dikutip oleh Mujahid dari Syu’ab Al-Iyman karya Al-Baihaqi)”
Hadis
ini mengandung pengertian bahwa Ka’bah merupakan poros atau sentral
alam semesta. Al-Qur’an selalu membandingkan antara langit dan bumi,
meski bumi relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kebesaran
langit. Dan perbandingan ini tidak mungkin dilakukan jika bumi memiliki
posisi istimewa di pusat semesta.
Allah SWT berfirman:
“Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya.”
Keantaraan ini tidak akan ada kecuali jika bumi berposisi sebagai pusat atau sentral alam ini.
Dalil ketiga yang menegaskan fakta ini adalah firman Allah yang bisa kita baca pada surah Ar-Rahman. Dia berfirman:
“Hai
jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali
dengan kekuatan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan.” (QS. Ar-Rahman: 33-34)
Diameter
segala bentuk geometris adalah garis yang bertemu di antara dua
ujungnya, melewati pusat (titik tengah). Penjuru langit tidak mungkin
sama dengan penjuru bumi (sebagaimana penjelasan ayat di atas) kecuali
jika bumi menjadi pusat atau titik tengah langit.
Dari keterangan terdahulu tampak jelas sisi kemukjizatan dalam hadis Nabi yang ada di hadapan kita, yakni sabda beliau:(Baitullah) Al-Haram adalah tanah suci poros tujuh langit dan tujuh bumi.
Ketujuh
bumi semuanya berada di bumi kita ini. Lapisan luar satu bagian bumi
menutupi lapisan dalam bumi lain. Begitu juga tujuh langit semuanya
menaungi kita pada tingkatan yang jelas mengelilingi matahari. Bagian
luar menutupi bagian dalam langit yang lain. Dan Ka’bah berada di
tengah-tengah lapisan pertama bumi, yaitu daratan, sementara di bawahnya
terdapat enam lapisan bumi yang lain. Dengan posisi demikian, Ka’bah
berarti menjadi poros tujuh langit dan tujuh bumi.
Fakta
ini tidak mungkin diketahui siapapun, karena batas maksimum pengetahuan
yang dapat dijangkau ilmu manusia hanyalah lapisan yang sangat kecil
dari langit dunia yang menaungi kita dan dihiasi oleh Allah dengan
bintang.
Bahkan lapisan kecil inipun terus-menerus mengalami perentangan (tamaddud).
Ketika manusia mengembangkan mesin sarananya untuk berusaha mencapai
ujung-ujungnya, ia selalu menemukan bahwa ia telah melampauinya. Hal ini
dikarenakan langit terus mengalami perentangan. Sehingga betapapun
berkembangnya teknologi dan kemampuan manusia, ia tetap tidak akan mampu
mencapainya karena cepatnya perentangan semesta.
Tantangan
Alqur’an kepada semua manusia dan jin untuk menembus penjuru langit dan
bumi tidak akan dapat mereka lakukan, karena mereka tidak akan bisa
keluar dari langit dan bumi kecuali dengan kekuatan Allah SWT.
Jikalau
Alqur’an dan hadis tidak menjelaskan kepada kita bahwa ada 7 langit
berlapis-lapis, 7 lapisan bumi yang berposisi pada sentral atau titik
nolnya, dan Ka’bah merupakan titik tengah antara 7 langit dan 7 bumi,
maka selamanya manusia tidak akan mempunyai media untuk mengetahui hal
itu, meskipun penelitian-penelitian tentang struktur dalam bumi telah
membuktikan akan adanya 7 lapisan yang berbeda, bagian luar ditutupi
bagian dalam lapisan yang lain, begitu juga dengan langit, saling
berhimpitan, khususnya penelitian astronomi modern yang telah
membuktikan dengan sejumlah data matematis bahwa alam kita ini bergaris
kurva (munhani). Satu catatan ini cukup sebagai bukti penetapan
bahwa 7 langit dan 7 bumi saling berhimpitan mengelilingi satu pusat
yakni bumi itu sendiri, tepatnya di Ka’bah, dan Ka’bah merupakan poros
atau titik tngah langit dan bumi.
Dari sini bisa ditangkap sekilas sebuah kemukjizatan saintis yang terdapat dalam hadis Nabi: (Baitullah) Al-Haram adalah tanah suci poros tujuh langit dan tujuh bumi. Juga dalam sabda: Baitul Ma’mur itu berhadapan dengan Mekah. Serta dalam deskripsi beliau yang dikutip oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya: Ada Baitullah di langit ketujuh itu yang persis di atas Ka’bah sehingga jika jatuh tentu ia akan jatuh di atas Ka’bah.
Pernyataan-pernyataan
ini tidak mungkin muncul kecuali dari seorang nabi yang menerima wahyu
dan mendapatkan ilmu pengetahuan dari Zat Pencipta tujuh langit dan
tujuh bumi.