Tokoh penuh hikmah Luqmanul Hakim pernah menasihati anaknya. ”Anakku, hiduplah untuk duniamu sesuai porsi yang Allah berikan. Dan hiduplah untuk akhiratmu sesuai porsi yang Allah berikan.”
Tak seorangpun tahu berapa lama jatah hidupnya di dunia fana ini. Ada
yang mencapai 60, 70 atau 80-an tahun. Ada yang bahkan berumur pendek.
Wafat saat masih muda beliau. Yang pasti tak seorangpun bisa memastikan
porsi umurnya di dunia. Pendek kata Wallahu a’lam, Allah saja yang Maha Tahu.
Adapun jatah hidup kita kelak di akhirat adalah tidak terhingga. Kita insyaAllah bakal hidup kekal selamanya di sana.
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
Alangkah senangnya bila hidup kekal tersebut dipenuhi dengan
kenikmatan surga. Namun, sebaliknya, alangkah celakanya bila kehidupan
abadi tersebut diisi dengan siksa neraka yang menyala-nyala. ”Ya
Allah, kami mohon kepadaMu surgaMu dan apa-apa yang mendekatkan kami
kepadanya, baik ucapan maupun perbuatan. Ya Allah, kami berlindung
kepadaMu dari siksa nerakaMu dan apa-apa yang mendekatkan kami
kepadanya, baik ucapan maupun perbuatan.”
Artinya, jika kita bandingkan lama hidup di dunia dengan di akhirat,
maka jatah hidup di dunia sangatlah sedikit. Sedangkan hidup manusia di
akhirat sangat luar biasa lamanya. Praktis, hidup manusia di dunia
seolah zero time (nol masa waktu) dibandingkan hidup di akhirat kelak. Wajar bila Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam
sampai mengibaratkan dunia bagai sebelah sayap seekor nyamuk. Artinya
sangat tidak signifikan. Dunia sangat tidak signifikan untuk dijadikan
barang rebutan.
Orang beriman kalaupun turut berkompetisi atau berjuang di dunia
hanyalah sebatas mengikuti secara disiplin aturan main yang telah Allah subhaanahu wa ta’aala
gariskan. Mereka tidak mengharuskan apalagi memaksakan hasil. Sehingga
bukanlah menang atau kalah yang menjadi isyu sentral, melainkan konsistensi
(baca: istiqomah) di atas jalan Allah. Berbeda dengan orang-orang kafir
dan para hamba dunia lainnya. Mereka tidak pernah peduli dengan aturan
main Allah subhaanahu wa ta’aala. Yang penting harus menang. Prinsip hidup mereka adalah It’s now or never (Kalau tidak sekarang, kapan lagi…?!). Sedangkan prinsip hidup orang beriman adalah If it’s not now then it will be in the Hereafter (Kalaupun tidak sekarang, maka masih ada nanti di akhirat). Sehingga orang beriman akan selalu tampil elegan,
tidak norak ketika terlibat dalam permainan kehidupan dunia. Sebab
kalaupun ia kalah di dunia, ia sadar dan berharap segala usahanya yang
bersih tersebut tidak menyebabkan kekalahan di akhirat. Sementara kalau
ia menang di dunia ia sadar dan berharap segala amal ikhlasnya bakal
menyebabkan kemenangan di akhirat yang jauh lebih menyenangkan.
Di antara perkara yang selalu membuat orang beriman berlaku wajar di
dunia adalah ingatannya akan hari ketika manusia dibangkitkan. Saat mana
setiap kita bakal dihidupkan kembali dari kubur masing-masing lalu
dikumpulkan di Padang Mahsyar. Tanpa pakaian apapun di badan dengan
matahari yang jaraknya sangat dekat dengan kepala manusia. Seluruh
manusia bakal hadir semua sejak manusia pertama, Adam alaihis-salaam,
hingga manusia terakhir. Semua menunggu giliran diperiksa dan diadili
orang per orang. Sebuah proses panjang serta rangkaian episode harus
dilalui sebelum akhirnya tahu apakah ia bakal senang selamanya di
akhirat dalam surga Allah ataukah sengsara berkepanjangan di dalam api
neraka. Proses panjang tersebut akan berlangsung lima puluh ribu tahun
sebelum jelas bertempat tinggal abadi di surgakah atau neraka. Laa haula wa laa quwwata illa billah…! Begitulah gambaran yang diberikan oleh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ صَاحِبِ كَنْزٍ لَا يُؤَدِّي
حَقَّهُ إِلَّا جُعِلَ صَفَائِحَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ
فَتُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ بَيْنَ عِبَادِهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ ثُمَّ يُرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ (أحمد)
Abu Hurairah r.a.berkata bahwa, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak
seorang pun pemilik simpanan yang tidak menunaikan haknya (mengeluarkan
hak harta tersebut untuk dizakatkan) kecuali Allah akan menjadikannya
lempengan-lempengan timah yang dipanaskan di neraka jahanam, kemudian
kening dan dahi serta punggungnya disetrika dengannya hingga Allah SWT
berkenan menetapkan keputusan di antara hamba-hambaNya pada hari yang lamanya mencapai lima puluh ribu tahun
yang kalian perhitungkan (berdasarkan tahun dunia). (Baru) setelah itu
ia akan melihat jalannya, mungkin ke surga dan mungkin juga ke neraka.”
(HR Ahmad 15/288)
Sungguh,
suatu hari yang sulit dibayangkan! Apalagi -karena matahari begitu
dekat dari kapala manusia- selama hari itu berlangsung manusia bakal
basah dengan keringat masing-masing sebanding dosa yang telah
dikerjakannya sewaktu di dunia. Ada yang keringatnya hanya sampai mata
kakinya. Ada yang mencapai pinggangnya. Ada yang mencapai lehernya.
Bahkan ada yang sampai tenggelam dalam keringatnya. Hari itu sedemikian
menggoncangkan sehingga para sahabatpun sempat resah. Mereka meminta
kejelasan kepada Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana akan sanggup melewati hari yang
begitu lamanya, yakni hingga lima puluh ribu tahun. Maka Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menenteramkan hati mereka dengan menjanjikan adanya dispensasi khusus dari Allah subhaanahu wa ta’aala bagi orang beriman pada hari itu:
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَوْمًا كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ مَا أَطْوَلَ
هَذَا الْيَوْمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهُ لَيُخَفَّفُ عَلَى
الْمُؤْمِنِ حَتَّى يَكُونَ أَخَفَّ عَلَيْهِ مِنْ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ يُصَلِّيهَا فِيَّ الدُّنْيَا(أحمد)
Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw:”Sehari seperti lima puluh
ribu tahun… Betapa lamanya hari itu!” Maka Rasulullah saw
bersabda:”Demi jiwaku yang berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya hari itu dipendekkan bagi mu’min sehingga lebih pendek daripada sholat wajibnya sewaktu di dunia.” (HR Ahmad 23/337)
Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin. Ya Allah, masukkanlah kami
ke dalam golongan orang beriman sejati sehingga kami sanggup menjalani
hari yang tidak ada naungan selain naunganMu. Amin