Ilustrasi (inet)
Setiap kita akan menemui masa di mana ia adalah awal dari masa yang abadi, yaitu kematian. Tidak ada yang dapat mengetahuinya, terlebih menolaknya ketika ia datang. Di hadapan kematian semua sama kecuali yang paling baik amalnya.
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al Mulk: 2)
Allah tidak melihat pangkat, kekayaan, ketampanan, kecantikan, bahkan dalam ayat ini disebutkan “ahsanu amala”, yang baik amalnya bukan yang banyak amalnya. Ini merupakan sebuah sunnatullah yang semua insan pasti mengetahuinya. Namun tidak semua orang menyadarinya bahwa kematian itu begitu dekat. Kematian jauh lebih mengenal kita bahkan daripada kita mengenal diri kita sendiri. Kita tak pernah mengetahui kapan kita akan mati, dimana kita akan mati, dan dalam keadaan apa kita mati. Sedangkan kematian itu sendiri lebih mengenalnya, sehingga banyak kita yang tidak sadar bahkan cenderung ingkar pada kuasaNya itu.
“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)
Tentu kita telah banyak mendengar ataupun melihat sendiri peristiwa kematian. Dari mereka yang tua, muda, bahkan yang masih terlihat sehat dan bugar. Ada orang dipanggil karena sakit, ada yang kecelakaan, bahkan ada yang sedang tertidur. Betapa banyak lagi peristiwa terlepasnya ruh dari jiwa dengan cara yang tak terduga.
Kematian adalah salah satu dari misteriNya yang tak seorang pun dapat mengetahuinya secara pasti di samping jodoh, rezeki. Namun kita lebih sering cemas terhadap jatah rezeki, sehingga kita banting tulang meraihnya siang dan malam. Begitu pula kita yang sering gundah dengan jodoh, anak muda zaman sekarang menyebutnya “galau”. Tapi kita tidak sama sekali cemas, gundah, terlebih lagi “galau” tentang kematian. Padahal ia begitu dekat dan lebih pasti daripada semuanya.
Rasulullah bersabda, “Muslim yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang yang cerdas”(diriwayatkan oleh Imam al-Qurtubi dalam al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah)
Banyak di antara kita, termasuk penulis, sibuk mengatur dan menata urusan dunia hingga tak ada terlintas bahwa kematian akan menghampiri. Yang saya sebut kematian jauh lebih mengenal kita daripada kita mengenal diri kita sendiri adalah, bahwa manusia sering lalai akan hakikat penciptaan terhadapnya yaitu ibadah kepadaNya. Jika kita mengenal diri kita sendiri tentulah kita mengetahui untuk apa kita diciptakan di dunia ini. Menjadi hambaNya yang hanya menyembahNya, dan menjadi pengelola (khalifah) di bumi ini sebagai bagian daripada ibadah itu sendiri.
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah”. Kenalilah hakikat diciptakannya kita sebagai manusia maka kita akan menemukan sebuah titik dimana ia akan menjadi awal pertemuan kita dengan kehidupan yang abadi, dialah kematian. Dia yang menyajikan sebuah jamuan yang penuh kelezatan, keindahan, kedamaian dalam pengakhiran baikNya. Atau sebuah kenistaan, kesusahan, ketakutan dalam pengakhiran burukNya.
Comments
Post a Comment