Hari itu cuaca teramat panas, matahari memancar terik sejak pagi, anak Khalifah Umar bin Abdul Azis yang paling bungsu sehabis bermain sejak pagi berasa sangat lapar lalu meminta makanan daripada ibunya. Tetapi ketika itu isteri Khalifa, Fatimah belum memasak sesuatu apapun.
“Pergilah berjumpa dengan ayahmu di baitulmal, mungkin dia dapat memberikan kamu sesuatu yang dapat dimakan,” kata Fatimah.
Anak itupun berlari lari riang dan lucu mencari ayahnya. Ketika itu ia melihat ayahnya Khalifah Umar bin Abdul Azis masih bersama beberapa orang pegawainya untuk menimbang sejumlah buah apel untuk dibagikan kepada mereka yang layak menerimanya.
Tiba tiba masuk seorang buah hati Khalifah yang kecil itu menuju tumpukan buah apel, lalu mengambil sebuah apel dari tumpukkan dan lalu hendak memakannya. Khalifah Umar bin Abdul Azis melihat anak kesayangannya mengambil dan khalifah segera merebut paksa buah apel itu dari mulut anaknya hingga buah hatinya menangis lalu berlari pulang ke rumahnya.
“Wahai Amirul Mukminin, anakmu itu sedang lapar, toh kita masih mempunyai stok banyak buah apel untuk diberikan kepada orang banyak, sekiranya hilang satu buah, tentu tidaklah menjadi kerugian,” kata Sahal, adik Khalifah Umar bin Abdul Azis yang turut berada dan menyaksikan kejadian tersebut.
Sahal, tidak sampai hati melihat keponakannya yang sedang lapar itu menangis ketika sebuah apel yang hendak dimasukkan kedalam mulut yang direbut oleh ayahnya. Khalifah Umar Abdul Azis hanya berdiam diri mendengar kata-kata adiknya ini. Hatinya sendiri ketika itu sedang gelisah. Dia terpaksa memilih antara keridhaan Allah dengan keinginan anak kesayangannya. Dia memilih mengutamakan keridhaan Allah.
Selesai kerjanya di baitulmal, Khalifah Umar pulang segera ke rumah. Ditemui anak bungsunya yang sedang lucu lucunya, dan dia memeluk dan mencium buah hatinya, tapi dia mencium harumnya buah apel pada mulut si bungsu anaknya, Khalifah Umar segera memanggil Isterinya, Fatimah.
“Wahai Fatimah, darimana kamu dapatkan buah apel untuk anak kita?” Tanya Khalifah Umar bin Abdul Azis.
“Anak itu sedang kelaparan tadi siang, dan ia ingin sekali memakan buah apel, lalu akhirnya saya belikan sebuah di pasar, apel itulah yang dimakannya untuk menahan rasa laparnya.” Jawab Fatimah.
Dengan wajah lapang dan sambil menangis Khalifah Umar bin Abdul Azis pun bercerita kejadian tadi siang terkait dengan anak bungsunya dan ia berkata, ”Wahai isteriku Fatimah, ketika saya merebut buah apel itu dari mulut anak kita, sungguh, saya merasakan seperti merengut jantung saya sendiri. Tetapi apa daya karena saya sangat takut akan api neraka yang akan membakar anak kita, jadinya saya rebut buah apel itu dari mulutnya."
Begitulah seorang hamba Allah, seorang Khalifah , mu’min ,muttaqin, yang mencontohkan kehati hatiannya, yang mengharapkan seluruh keluarga bahkan rakyatnya untuk mencapai surga Allah, beliau sangat khawatir barang barang haram memasuki aliran darah di keluarganya.
Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan pemimpin dan pejabat Negara ini…bagaimana dengan keturunan mereka? Apakah menikmati hasil atau harta harta Negara atau fasilitas Negara yang di atur atur…Ya Allah lindungi kami dan keluarga kami, para pemimpin kami , para ustadz kami, dan seluruh kaum muslim agar kami dan mereka memperhatikan apa apa rezeki yang dinikmatinya…(MM)
Sumber
Comments
Post a Comment